BAB
II
PEMBAHASAN
1.1
PENGERTIAN
BUDAYA PERUSAHAAN
Dalam
buku yang berjudul Corporate Culture
didefinisikan sebagai, “serangkaian nilai atau keyakinan yang menghasilkan pola
perilaku tertentu secara kolektif dalam korporasi.”
Menurut
(Vibizmanagement – Culture) Budaya Perusahaan oleh Sathe
(1982) diartikan sebagai sejumlah asumsi penting yang dipegang oleh
anggota-anggota perusahaan, yaitu berupa suatu sistem dari nilai-nilai yang
dipegang bersama tentang apa yang penting serta keyakinan tentang bagaimana
dunia itu berjalan. Tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang
dominan terhadap perilaku:
1. Keyakinan
dan nilai-nilai besama.
2. Dimiliki
bersama secara luas.
3. Dapat
diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.
Kemampuan
dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas
dan sasaran organisasi bukan lagi dianggap sebagai beban tapi sebagai suatu
kesadaran, di antaranya adalah:
1. Berusaha
menyesuaikan diri, menghormati norma organisasi, dan mengerjakan apa yang
diharapkan.
2. Memahami
serta mendukung secara aktif misi dan tujuan organisasi.
3. Memilih
kegiatan dan prioritas pribadi untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan
menyesuaikan diri dengan misi organisasi.
4. Melakukan
tindakan yang sesuai dengan misi da menjaga nama baik organisasi.
5. Melakukan
pengorbanan pribadi.
Budaya
perusahaan (Corporate Culture)
biasanya dimulai dari tindakan-tindakan dan nilai-nilai dari sang pemimpin
perusahaan, yang biasanya juga adalah pemilik dan pendiri perusahaan. Seiring
dengan waktu, tanpa disadari oleh sang pemimpin tersebut, nilai-nilai dan
tindakan itu membudaya dengan sendirinya (menjadi nilai-nilai dan kebiasaan
yang dianut oleh semua karyawan).
2.1
FAKTOR
YANG MENENTUKAN DALAM MENCIPTAKAN BUDAYA PERUSAHAAN
Dalam
hal ini yang perlu mendapatkan perhatian serta perlu kita memahami faktor apa
yang disebut dengan iklim organisasi, gaya kepemimpinan dan kinerja. IKLIM
ORGANISASI adalah merupakan salah satu faktor penentu, oleh karena itu hal
tersebut menggambarkan suasana hubungan kerja antar individu atau kelompok di
dalam organisasi yang memengaruhi motivasi, prestasi dan kepuasan kerja. Pada
iklim organisasi tersebut digambarkan dengan adanya ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kejelasan
dengan tanggung jawab artinya seperti individu merasa diberi tanggung jawab.
Dalam perusahaan biasanya memiliki job descripsion
yang jelas yaitu wewenang dan tanggung jawab daripada masing-masing karyawan.
2. Memiliki
sasaran/target kerja artinya setiap individu mengerti, mengetahui dengan jelas
apa yang harus dikerjakan dan bagaimana melaksanakan serta kepada siapa ia harus
melaporkannya, sehingga tujuan perusahaan tercapai.
3. Dilakukan
penilaian kerja artinya setiap individu memperoleh umpan balik dari apa yang
dikerjakannya dari perusahaan dengan dilakukannya evaluasi kinerja karyawan (Performance Appraisal) secara berkala
dan konsisten.
GAYA
KEPEMIMPINAN secara bahasa adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan
sering diterapkan seorang pemimpin. Sedangkan secara istilah Gaya Kepemimpinan
adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, yang tampak dan yang tidak
tampak oleh bawahannya. Adapun macam-macam gaya kepemimpinan yaitu sebagai
berikut:
1. Gaya
kepemimpinan otoriter / authoritarian.
adalah
gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari
dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab
dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya
melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2. Gaya
kepemimpinan demokratis
Adalah
gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap
ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh.
Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan informasi tentang tugas
dan tanggung jawab para bawahannya.
3. Gaya
kepemimpinan bebas
Pemimpin
jenis ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil dimana para bawahannya yang
secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
Empat
gaya kepemimpinan dari empat macam kepribadian:
1) Gaya
kepemimpinan karismatis
Kelebihan
gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona
dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan
gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan
tantangan.
Mungkin,
kelemahan besar tipe kepemimpinan model ini bisa di analogikan dengan
peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka mampu menarik orang untuk
datang kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang-orang yang datang ini akan
kecewa karena ketidak-konsistenan. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan.
Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan,
permintaan maaf, dan janji.
2) Gaya
kepemimpinan diplomatis
Kelebihan
gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan perspektifnya. Banyak orang
seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya,
melihat dari keuntungan sisi lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih
ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas apa yang menguntungkan dirinya,
dan juga menguntungkan lawannya.
Kesabaran
dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya diplomatis ini. Umumnya,
mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan. Namun kesabarannya ini bisa
sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima perlakuan yang tidak menyegangkan
tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak. Dan seringkali hal inilah yang
membuat para pengikutnya meninggalkan si pemimpin.
3) Gaya
kepemimpinan otoriter
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di
pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah
pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak
ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah-langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.
Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin
dengan kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak
pernah peduli dengan cara makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.
4) Gaya
kepemimpinan moralis
Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah
umumnya mereka hangat dan sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang
tinggi terhadap permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati. Segala
bentuk kebajikan ada diri pemimpin ini. Orang-orang yang datang karena
kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya.
Kelemahan dari pemimpin seperti ini adalah emosinya.
Rata-rata orang seperti ini sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan
mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat.
KINERJA adalah hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan
tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah disepakati bersama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Efektifitas
dan efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya
bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi
apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari
hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan walaupun efektif dinamakan
tidak efisien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau
remeh maka kegiatan tersebut efisien.
2.
Otoritas
(wewenang)
Otoritas adalah sifat dari suatu
komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang
anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan
kerja sesuai dengan kontribusinya. Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh
dilakukan dan yang tidak boleh dalam organisasi tersebut.
3.
Disiplin
Disiplin adalah taat kepada hukum
dan peraturan yang berlaku. Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan
yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana
dia bekerja.
4.
Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan
daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang
berkaitan dengan tujuan organisasi.
Karakteristik kinerja karyawan:
1) Memiliki
tanggung jawab dan pribadi yang tinggi.
2) Berani
mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
3) Memiliki
tujuan yang realistis.
4) Memiliki
rencana kerja yang menyeluruh dan berjang untuk merealisasi tujuannya.
5) Memanfaatkan
umpan balik (feed back) yang konkrit
dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukanya.
6) Mencari
kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
Indikator kinerja karyawan:
1. Kualitas.
Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan
karyawan.
2. Kuantitas.
Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit,
jumlah siklus aktifitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu.
Merupakan tingkat aktifitas yang diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan,
dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu
yang tersedia untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas.
Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi,
bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam
penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian.
Merupakan tingkat seseorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan
fungsi kerjanya komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan
mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap
kantor.
3.1
MANFAAT
BUDAYA PERUSAHAAN
Menurut
pendapat Susanto (1997) mengemukakan bahwa budaya perusahaan dapat dimanfaatkan
sebagai daya saing andalan organisasi dalam menjawab tantangan dan perubahan.
Budaya organisasi pun dapat berfungsi sebagai rantai pengikat dalam proses
menyamakan persepsi atau arah pandang anggota terhadap suatu permasalahan,
sehingga akan menjadi satu kekuatan dalam pencapaian tujuan organisasi.
Beberapa
manfaat budaya perusahaan (Corporate
Culture) dikemukakan oleh Robbins (1993), yaitu:
1. Membatasi
peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi lain karena
setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar
budaya yang kuat dalam sistem atau kegiatan yang ada di dalamnya.
2. Menimbulkan
rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan budaya yang kuat anggota
organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasinya.
3. Mementingkan
tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu.
4. Menjaga
stabilitas organisasi; komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh
pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal organisasi relative
stabil.
Keempat
fungsi tersebut menunjukkan bahwa budaya dapat membentuk perilaku dan tindakan
karyawan dalam menjalankan aktivitasnya. Oleh karena itu, nilai-nilai yang ada
di dalam organisasi perlu ditanamkan sejak dini pada diri setiap anggota.
4.1
HUBUNGAN
ETIKA DENGAN BUDAYA PERUSAHAAN
Etika
pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah,
baik-buruk. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan
sebagai salah satu kesatuan dengan lingkunganya (misalnya dengan perusahaan lain
atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Budaya
perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku
etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang
membimbing tindakan karyawan.
Kebijakan
perusahaan (company policy) biasanya
secara formal di dokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Code of
conductmemiliki peran yang semakin penting, sebagai bufferdalam interaksi intensif beragam ras, pemikiran, pendidikan
dan agama.
Ada
tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan. Pertama,
terciptanya budaya perusahaan secara baik. Kedua, terbangunnya suatu kondisi
organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based
organization). Dan ketiga, terbentuknya manajemen
hubungan antar pegawai (employee
relationship management). Iklim etika dalam perusahaan dipengaruhi oleh
adanya interaksi beberapa faktor, yaitu faktor kepentingan diri sendiri,
keuntungan perusahaan, pelaksanaan efisiensi dan kepentingan kelompok.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalam
buku yang berjudul Corporate Culture
didefinisikan sebagai, “serangkaian nilai atau keyakinan yang menghasilkan pola
perilaku tertentu secara kolektif dalam korporasi.”
IKLIM
ORGANISASI adalah merupakan salah satu faktor penentu, oleh karena itu hal
tersebut menggambarkan suasana hubungan kerja antar individu atau kelompok di
dalam organisasi yang memengaruhi motivasi, prestasi dan kepuasan kerja.
Beberapa
manfaat budaya organisasi (Corporate
Culture) dikemukakan oleh Robbins (1993), yaitu:
1. Membatasi
peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi lain karena
setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar
budaya yang kuat dalam sistem atau kegiatan yang ada di dalamnya.
2. Menimbulkan
rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan budaya yang kuat anggota
organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas
organisasinya.
3. Mementingkan
tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu.
4. Menjaga
stabilitas organisasi; komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh
pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal organisasi relative
stabil.
Etika
pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah,
baik-buruk. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan
sebagai salah satu kesatuan dengan lingkunganya (misalnya dengan perusahaan
lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
B.
SARAN
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk memperbaiki makalah kami
agar lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arijanto, Agus,
S.E., M.M., 2011, Etika Bisnis bagi
Pelaku Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
2.
Keraf, A. Sonny,
1988, Etika Bisnis Tuntutan dan
Relevansinya, Jakarta: Kanisius.
3.
Rudito, Bambang
dan Famiola, Melia, 2007, Etika Bisnis
dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, Jakarta: Rekayasa Sains.
4.
Prawirosentono,
Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan.
Yogyakarta: BPFE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar